Space Iklan Banner

Mengenal Hukum Riba : Dampak, Jenis-Jenis, dan Cara Menghindarinya

Daftar Isi

Sumber Gambar : Liputan6.com

 Pengertian Riba?

Riba secara bahasa berarti tambahan atau kelebihan. Dalam konteks keuangan syariah, riba adalah pengambilan tambahan dari jumlah pokok pinjaman saat pengembalian, tanpa adanya imbalan atau jasa yang jelas. Riba dianggap sebagai tindakan yang tidak adil dan eksploitatif karena pemberi pinjaman mendapatkan keuntungan tanpa menanggung risiko yang sepadan.

Dalam Islam, riba diharamkan karena dianggap sebagai bentuk ketidakadilan dan eksploitasi terhadap pihak yang meminjam. Riba juga dapat menyebabkan kesenjangan ekonomi yang semakin lebar antara si kaya dan si miskin.

Ada dua jenis riba yang umum dikenal:

  1. Riba Qardh: Terjadi ketika seseorang meminjamkan uang kepada orang lain dan meminta tambahan saat pengembalian, meskipun tambahan tersebut telah disepakati sebelumnya.

  2. Riba Fadhl: Terjadi dalam pertukaran barang ribawi (emas, perak, makanan pokok) dengan jenis dan jumlah yang sama, tetapi ada tambahan atau kelebihan pada salah satu pihak.

Contoh riba dalam kehidupan sehari-hari antara lain:

  • Pinjaman dengan bunga: Bank konvensional menerapkan sistem bunga dalam pinjaman, di mana peminjam harus membayar kembali pokok pinjaman ditambah bunga.
  • Kartu kredit: Penggunaan kartu kredit yang tidak dibayar penuh setiap bulan akan dikenakan bunga yang terus bertambah.
  • Gadai dengan bunga: Pegadaian konvensional mengenakan bunga atas pinjaman yang diberikan dengan barang sebagai jaminan.

Sebagai alternatif dari sistem keuangan berbasis riba, terdapat sistem keuangan syariah yang beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip Islam. Sistem keuangan syariah melarang riba dan menggantinya dengan akad-akad yang adil dan saling menguntungkan, seperti jual beli, bagi hasil, dan sewa.

 

Dampak Negatif Riba

Riba memiliki dampak negatif yang signifikan baik bagi individu maupun masyarakat, antara lain:

  • Dampak pada Individu: Riba dapat menjerat individu dalam lingkaran utang yang sulit diatasi. Pembayaran bunga yang terus bertambah dapat menyebabkan beban finansial yang berat dan mengurangi kualitas hidup.

  • Dampak pada Masyarakat: Riba dapat memperburuk kesenjangan ekonomi antara si kaya dan si miskin. Praktik riba yang tidak adil dapat menghambat pertumbuhan ekonomi dan menyebabkan ketidakstabilan sosial.

 

Alternatif Transaksi Syariah

Islam menawarkan berbagai alternatif transaksi yang sesuai dengan prinsip syariah dan bebas dari riba, antara lain:

  • Murabahah: Jual beli dengan harga asal ditambah keuntungan yang disepakati.
  • Mudharabah: Kerja sama antara pemilik modal dan pengelola, di mana keuntungan dibagi berdasarkan nisbah yang disepakati.
  • Musyarakah: Kerja sama antara dua pihak atau lebih dalam suatu usaha, di mana keuntungan dan kerugian ditanggung bersama.
  • Ijarah: Sewa-menyewa aset, di mana pemilik aset mendapatkan imbalan berupa uang sewa.
  • Salam: Jual beli barang yang diserahkan di masa depan dengan pembayaran tunai di muka.
  • Istishna: Pemesanan pembuatan barang tertentu dengan spesifikasi yang telah disepakati.

 

 

Jenis-Jenis Riba

Riba dapat dikategorikan ke dalam beberapa jenis, antara lain:

  1. Riba Qardh:

    • Terjadi ketika seseorang meminjamkan uang kepada orang lain dan meminta tambahan saat pengembalian, meskipun tambahan tersebut telah disepakati sebelumnya.
    • Contoh: Meminjam uang Rp1.000.000 dan harus mengembalikan Rp1.200.000 dalam jangka waktu tertentu.
  2. Riba Fadhl:

    • Terjadi dalam pertukaran barang ribawi (emas, perak, makanan pokok) dengan jenis dan jumlah yang sama, tetapi ada tambahan atau kelebihan pada salah satu pihak.
    • Contoh: Menukar 10 gram emas 24 karat dengan 12 gram emas 24 karat.
  3. Riba Nasi'ah (Riba Jahiliyah):

    • Merupakan jenis riba yang paling umum terjadi pada masa Jahiliyah (sebelum Islam).
    • Terjadi ketika utang tidak dibayar tepat waktu, lalu peminjam dikenakan denda atau tambahan pembayaran.
    • Contoh: Meminjam uang Rp1.000.000 dengan jatuh tempo 1 bulan, tetapi ketika lewat jatuh tempo, peminjam harus membayar Rp1.100.000.
  4. Riba Yad:

    • Terjadi ketika terjadi transaksi jual beli barang ribawi (emas, perak, makanan pokok) dengan jenis yang sama, tetapi tidak dilakukan secara tunai dan ada perbedaan jumlah atau waktu penyerahan.
    • Contoh: Menjual 10 gram emas 24 karat dengan 10 gram emas 24 karat, tetapi penyerahannya dilakukan di waktu yang berbeda.
  5. Riba Nasiah:

    • Terjadi dalam transaksi jual beli barang ribawi (emas, perak, makanan pokok) yang tidak dilakukan secara tunai, melainkan dengan tempo. Kelebihan nilai tukar barang ribawi yang terjadi akibat tempo inilah yang disebut riba.
    • Contoh: Membeli 10 gram emas 24 karat dengan harga Rp10.000.000, tetapi pembayarannya dilakukan secara angsuran selama 1 tahun dengan total pembayaran Rp12.000.000.

Penting untuk diingat bahwa semua jenis riba di atas adalah haram dalam Islam. Umat Islam diwajibkan untuk menghindari segala bentuk riba dan mencari alternatif transaksi yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.

 

Pendapat MUI Tentang Pasar Modal

Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui Dewan Syariah Nasional (DSN) telah mengeluarkan beberapa fatwa terkait pasar modal untuk memberikan panduan bagi umat Islam dalam berinvestasi sesuai prinsip syariah. Berikut adalah beberapa poin penting mengenai pandangan MUI tentang pasar modal:

1. Pasar Modal dan Prinsip Syariah:

MUI mengakui bahwa pasar modal dapat menjadi sarana investasi yang halal jika kegiatannya tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Fatwa DSN-MUI No. 40/DSN-MUI/X/2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal menjadi landasan utama dalam hal ini.

2. Kriteria Efek Syariah:

MUI menetapkan kriteria-kriteria yang harus dipenuhi oleh efek (saham, obligasi, reksa dana) agar dapat dikategorikan sebagai efek syariah. Beberapa kriteria tersebut meliputi:

  • Tidak menjalankan usaha yang bertentangan dengan syariah, seperti perjudian, riba, atau produksi barang haram.
  • Rasio utang terhadap total aset tidak melebihi batas tertentu.
  • Rasio pendapatan non-halal terhadap total pendapatan tidak melebihi batas tertentu.

3. Mekanisme Perdagangan Efek Syariah:

MUI juga mengeluarkan fatwa terkait mekanisme perdagangan efek syariah di pasar reguler bursa efek (Fatwa DSN-MUI No. 80/DSN-MUI/III/2011). Fatwa ini mengatur tata cara transaksi yang sesuai dengan prinsip syariah, seperti larangan melakukan transaksi spekulatif dan manipulatif.

4. Lembaga dan Profesi Pendukung Pasar Modal Syariah:

MUI mendorong pengembangan lembaga dan profesi pendukung pasar modal syariah, seperti Dewan Pengawas Syariah (DPS), manajer investasi syariah, dan konsultan syariah. Lembaga dan profesi ini berperan penting dalam memastikan kegiatan pasar modal syariah berjalan sesuai prinsip syariah.

5. Sosialisasi dan Edukasi:

MUI aktif melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat tentang pasar modal syariah. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang investasi syariah dan mendorong partisipasi umat Islam dalam pasar modal syariah.

 

 Hukum Bermain Saham Dalam Islam

 

Dalam Islam, hukum bermain saham adalah boleh atau halal, dengan syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi. Hal ini didasarkan pada beberapa fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) yang mengatur tentang pasar modal syariah.

Syarat-syarat saham yang boleh diperjualbelikan menurut Islam:

  1. Saham Syariah: Saham yang diperdagangkan haruslah saham syariah, yaitu saham dari perusahaan yang kegiatan usahanya tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah. Perusahaan tersebut tidak boleh terlibat dalam kegiatan yang diharamkan seperti perjudian, riba, produksi barang haram (misalnya minuman keras atau daging babi), dan sebagainya.

  2. Transaksi Sesuai Prinsip Syariah: Transaksi jual beli saham harus dilakukan sesuai dengan prinsip syariah, seperti tidak mengandung unsur spekulasi (gharar) yang berlebihan, tidak ada unsur manipulasi pasar, dan tidak ada unsur riba.

Fatwa DSN-MUI yang Terkait:

  • Fatwa DSN-MUI No. 20/DSN-MUI/IX/2001: Tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi untuk Reksa Dana Syariah.
  • Fatwa DSN-MUI No. 40/DSN-MUI/X/2003: Tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal.
  • Fatwa DSN-MUI No. 80/DSN-MUI/III/2011: Tentang Penerapan Prinsip Syariah dalam Mekanisme Perdagangan Efek bersifat Ekuitas di Pasar Reguler Bursa Efek.

 

 Cara Menghindari Riba

Menghindari riba adalah kewajiban bagi setiap Muslim, karena riba merupakan dosa besar dalam Islam. Berikut adalah beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menghindari riba:

  1. Meningkatkan Pemahaman tentang Riba:

    • Pelajari secara mendalam tentang konsep riba, jenis-jenisnya, dan dampak negatifnya.
    • Pahami perbedaan antara transaksi yang halal (sesuai syariah) dan transaksi yang mengandung riba.
    • Konsultasikan dengan ahli agama atau lembaga keuangan syariah jika memiliki pertanyaan atau keraguan.
  2. Memilih Produk dan Layanan Keuangan Syariah:

    • Gunakan produk perbankan syariah, seperti tabungan, deposito, dan pembiayaan, yang tidak menerapkan sistem bunga.
    • Pilih lembaga keuangan syariah yang diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS) untuk memastikan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip syariah.
    • Hindari penggunaan kartu kredit konvensional yang menerapkan sistem bunga.
  3. Melakukan Transaksi Jual Beli Secara Tunai:

    • Usahakan untuk melakukan transaksi jual beli secara tunai untuk menghindari riba nasi'ah (riba jahiliyah) yang timbul akibat penundaan pembayaran.
    • Jika terpaksa melakukan transaksi kredit, pilihlah skema pembiayaan syariah, seperti murabahah atau musyarakah.
  4. Menghindari Pinjaman dengan Bunga:

    • Hindari meminjam uang dari lembaga keuangan konvensional yang menerapkan sistem bunga.
    • Jika terpaksa meminjam, carilah alternatif pinjaman tanpa bunga, seperti pinjaman dari keluarga atau teman, atau pinjaman dari lembaga keuangan syariah dengan akad qardhul hasan.
  5. Berhati-hati dalam Transaksi Jual Beli Emas dan Perak:

    • Pastikan transaksi jual beli emas dan perak dilakukan secara tunai dan dengan jumlah yang sama.
    • Hindari melakukan transaksi jual beli emas dan perak dengan cara kredit atau dengan perbedaan jumlah, karena dapat menimbulkan riba fadhl.
  6. Menanamkan Sifat Qana'ah (Merasa Cukup):

    • Tanamkan rasa syukur atas nikmat yang telah Allah berikan.
    • Hindari gaya hidup konsumtif dan bermewah-mewahan yang dapat mendorong seseorang untuk terjerat riba.
    • Fokuslah pada kebutuhan, bukan keinginan semata.
  7. Memperbanyak Doa dan Istighfar:

    • Mohonlah kepada Allah agar dijauhkan dari riba dan diberikan rezeki yang halal.
    • Mintalah ampunan kepada Allah atas dosa-dosa yang pernah dilakukan, termasuk dosa riba.

Dengan mengikuti langkah-langkah di atas, diharapkan kita dapat terhindar dari riba dan menjalankan kehidupan ekonomi yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.

 

Posting Komentar

Space Iklan Banner