Space Iklan Banner

Pengertian Transaksi Over The Counter :Contoh Transaksi, Peraturan, Kelebihan dan Kekurangan

Daftar Isi

 

Sumber Gambar: blockchain.oodles.io

Pengertian Transaksi Over The Counter

Transaksi Over The Counter (OTC) adalah istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan proses jual beli yang dilakukan secara langsung antara dua pihak tanpa melalui bursa saham. Dalam proses OTC, transaksi dilakukan secara langsung antara penjual dan pembeli, tanpa ada perantara atau pihak ketiga yang mengatur proses tersebut.

Proses transaksi OTC memiliki karakteristik yang berbeda dengan transaksi yang dilakukan di bursa saham. Salah satu perbedaan utamanya adalah transaksi OTC tidak diatur oleh hukum dan peraturan yang sama dengan transaksi di bursa saham. OTC juga tidak terikat oleh aturan dan regulasi yang ditetapkan oleh otoritas pasar seperti Bursa Efek Indonesia (BEI).

Namun, meskipun tidak diatur oleh peraturan yang sama, transaksi OTC masih diawasi oleh Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) yang bertugas untuk mengawasi kegiatan perdagangan efek di Indonesia. Selain itu, transaksi OTC juga harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh BAPEPAM seperti mematuhi kode etik dan melaporkan kegiatan transaksi secara berkala.

Proses transaksi OTC melibatkan dua pihak utama, yaitu penjual dan pembeli. Penjual dalam transaksi OTC biasanya merupakan perusahaan yang sedang membutuhkan dana untuk mengembangkan usahanya. Sedangkan pembeli biasanya terdiri dari investor-investor yang ingin membeli efek yang ditawarkan oleh perusahaan tersebut.

Salah satu contoh transaksi OTC yang sering dilakukan adalah penawaran saham baru. Dalam proses ini, perusahaan yang sedang membutuhkan dana akan menawarkan sahamnya secara langsung kepada investor yang tertarik untuk membeli. Dalam transaksi ini, harga saham ditentukan berdasarkan kesepakatan antara penjual dan pembeli, tanpa adanya batasan harga seperti di bursa saham.

Selain saham, transaksi OTC juga dapat dilakukan untuk instrumen keuangan lainnya seperti obligasi, deposito, dan berbagai jenis derivatif. Proses transaksi OTC dapat dilakukan secara langsung atau melalui telepon, email, atau platform online yang disediakan oleh perusahaan efek.

Salah satu keuntungan utama dari transaksi OTC adalah fleksibilitas harga yang dapat ditawarkan oleh penjual dan pembeli. Karena tidak ada batasan harga, penjual dapat menentukan harga yang lebih tinggi dari harga pasar untuk mendapatkan keuntungan lebih. Sedangkan pembeli dapat menentukan harga yang lebih rendah untuk mendapatkan keuntungan di masa mendatang.

Namun, di sisi lain, transaksi OTC juga memiliki risiko yang lebih tinggi dibandingkan dengan transaksi di bursa saham. Karena tidak ada proses standar yang diikuti, proses transaksi OTC dapat berjalan lebih lambat dan kurang transparan. Selain itu, risiko gagal bayar atau kebangkrutan juga lebih tinggi karena tidak ada jaminan dari lembaga penjamin seperti yang ada di bursa saham.

Dalam beberapa tahun terakhir, transaksi OTC juga semakin berkembang dengan adanya inovasi teknologi seperti platform perdagangan online dan aplikasi mobile. Hal ini memudahkan investor dan perusahaan untuk melakukan transaksi OTC tanpa harus bertemu secara langsung, sehingga meningkatkan likuiditas pasar dan mempercepat proses transaksi.

Secara keseluruhan, transaksi OTC memiliki peran yang penting dalam pasar modal Indonesia karena memberikan alternatif bagi perusahaan untuk mendapatkan dana dan memberikan fleksibilitas bagi investor dalam membeli instrumen keuangan. Namun, dibutuhkan pengawasan yang lebih ketat dan pengaturan yang jelas untuk meminimalkan risiko yang mungkin timbul dari proses transaksi OTC.

 

Contoh Transaksi Over The Counter yang Sering Ditemui

Over The Counter (OTC) merupakan salah satu jenis transaksi keuangan yang dilakukan di luar bursa resmi. Transaksi ini dilakukan secara langsung antara dua pihak tanpa melalui perantara seperti bank atau lembaga keuangan lainnya. OTC juga dikenal sebagai pasar non-regulasi karena transaksi yang terjadi tidak diatur oleh otoritas keuangan tertentu. Meskipun demikian, OTC tetap menjadi pilihan banyak orang karena lebih fleksibel dan mudah dilakukan.

Berikut adalah beberapa contoh transaksi Over The Counter yang sering ditemui:

  1. Pembelian dan Penjualan Saham

Transaksi saham di bursa efek merupakan hal yang umum. Namun, tidak semua saham terdaftar di bursa efek. Saham-saham tersebut dikenal sebagai saham OTC yang diperjualbelikan di luar bursa. Pembelian dan penjualan saham OTC dilakukan secara langsung antara investor dan perusahaan yang menerbitkan saham tersebut. Transaksi ini sering dilakukan oleh perusahaan yang masih baru dan belum memenuhi persyaratan untuk terdaftar di bursa efek.

  1. Transaksi Valuta Asing

Transaksi valuta asing (valas) juga sering dilakukan melalui OTC. Valas adalah mata uang asing yang diperjualbelikan di pasar keuangan. Transaksi valas dilakukan di luar bursa melalui bank atau lembaga keuangan lainnya. OTC menjadi pilihan yang lebih menguntungkan bagi perusahaan atau individu yang ingin melakukan transaksi valas dengan jumlah yang besar. Selain itu, transaksi valas OTC juga lebih cepat dan tidak terikat dengan peraturan bursa.

  1. Transaksi Derivatif

Derivatif adalah instrumen keuangan yang nilainya bergantung pada aset lain yang menjadi acuan. Contohnya adalah opsi saham dan kontrak berjangka. Transaksi derivatif OTC dilakukan antara dua pihak tanpa melalui bursa. Transaksi ini memungkinkan kedua belah pihak untuk menyesuaikan jenis, harga, dan jumlah aset yang diperdagangkan sesuai kebutuhan masing-masing.

  1. Transaksi Kredit

Transaksi kredit juga sering dilakukan melalui OTC. Kredit adalah pinjaman yang diberikan oleh bank atau lembaga keuangan lainnya kepada individu atau perusahaan. OTC memungkinkan pihak yang memberikan kredit untuk menyesuaikan suku bunga, jangka waktu, dan jumlah kredit yang diberikan. Transaksi kredit OTC biasanya dilakukan oleh perusahaan yang tidak memenuhi persyaratan untuk mendapatkan kredit dari bank.

  1. Transaksi Komoditas

Komoditas adalah barang yang diperdagangkan di pasar keuangan seperti minyak, gas, atau bahan baku lainnya. Transaksi komoditas OTC sering dilakukan di luar bursa karena lebih fleksibel dan tidak terikat dengan peraturan bursa. Perusahaan yang membutuhkan bahan baku tertentu dapat melakukan transaksi langsung dengan produsen atau pemasok melalui OTC.

 

Kelebihan Transaksi Over The Counter

Transaksi Over The Counter memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan transaksi di bursa efek, antara lain:

  1. Fleksibilitas

OTC memungkinkan transaksi dilakukan secara langsung antara dua pihak tanpa terikat dengan peraturan bursa tertentu. Hal ini memungkinkan kedua belah pihak untuk menyesuaikan jenis, harga, dan jumlah aset yang diperdagangkan sesuai kebutuhan.

  1. Efisiensi dan Kecepatan

Transaksi OTC dapat dilakukan secara langsung dan tidak terikat dengan peraturan bursa, sehingga prosesnya lebih efisien dan cepat. Selain itu, tidak ada proses penawaran, perundingan, dan pendaftaran seperti dalam transaksi di bursa.

  1. Kerahasiaan

Transaksi OTC dilakukan secara langsung antara dua pihak tanpa melalui perantara. Hal ini menjaga kerahasiaan transaksi dan informasi yang terkait dengan aset yang diperdagangkan.

  1. Tidak Terikat dengan Peraturan Bursa

Transaksi OTC tidak diatur oleh otoritas keuangan tertentu dan tidak terikat dengan peraturan bursa. Hal ini memberikan kebebasan bagi kedua belah pihak untuk menyesuaikan transaksi sesuai kebutuhan tanpa terikat dengan persyaratan yang ketat.

Meskipun memiliki kelebihan, transaksi OTC juga memiliki risiko yang perlu diperhatikan, antara lain:

  1. Likuiditas Rendah

Karena tidak terdaftar di bursa, aset yang diperdagangkan secara OTC memiliki likuiditas yang rendah. Artinya, sulit untuk menjual aset tersebut jika diperlukan dana tunai dalam waktu singkat.

  1. Risiko Kredit

Karena OTC dilakukan secara langsung antara dua pihak, risiko kredit menjadi tanggung jawab masing-masing pihak. Hal ini menimbulkan risiko bagi pihak yang memberikan kredit jika pihak yang menerima kredit mengalami kebangkrutan.

  1. Risiko Perubahan Harga

Harga aset yang diperdagangkan secara OTC dapat berfluktuasi secara signifikan. Hal ini menimbulkan risiko bagi kedua belah pihak jika terjadi perubahan harga yang tidak sesuai dengan prediksi.

 

Kekurangan dari Transaksi Over The Counter

Transaksi over the counter (OTC) adalah transaksi yang dilakukan secara langsung antara dua pihak tanpa melalui bursa atau lembaga keuangan. Dalam transaksi OTC, tidak ada peraturan yang mengatur proses atau pelaporan transaksi tersebut. Transaksi ini umumnya dilakukan melalui telepon, email, atau platform elektronik lainnya. Beberapa contoh transaksi OTC adalah penjualan saham, obligasi, atau produk keuangan lainnya.

Meskipun transaksi OTC memiliki keuntungan bagi para pihak yang terlibat, terdapat beberapa kekurangan yang perlu diperhatikan. Dalam artikel ini, akan dibahas mengenai kekurangan dari transaksi OTC.

1. Tidak ada Regulasi yang Ketat

Salah satu kekurangan utama dari transaksi OTC adalah tidak adanya regulasi yang ketat. Transaksi ini tidak diawasi oleh otoritas pengawas pasar modal seperti Bursa Efek Indonesia (BEI) atau Badan Pengawas Pasar Modal dan Keuangan (Bapepam-LK). Hal ini membuat transaksi OTC berpotensi mengundang praktik penipuan atau manipulasi harga yang merugikan salah satu pihak.

Di samping itu, karena tidak ada regulasi yang mengatur proses dan pelaporan transaksi OTC, para pihak yang terlibat tidak diharuskan untuk memberikan informasi yang lengkap dan akurat mengenai transaksi yang dilakukan. Hal ini dapat menyebabkan kesulitan dalam menilai risiko dan keuntungan dari transaksi yang dilakukan.

2. Kurangnya Transparansi

Dalam transaksi OTC, harga dan volume transaksi tidak diumumkan secara publik seperti di bursa efek. Hal ini membuat informasi mengenai transaksi OTC sulit diakses oleh masyarakat umum. Akibatnya, para investor tidak dapat mengetahui secara pasti harga dan volume transaksi yang dilakukan, sehingga sulit untuk menentukan nilai wajar dari suatu produk keuangan.

Kurangnya transparansi dalam transaksi OTC juga dapat memicu adanya konflik kepentingan antara para pihak yang terlibat. Misalnya, bank investasi yang bertindak sebagai pihak yang membeli dan menjual produk keuangan kepada klien mereka, dapat memanfaatkan kurangnya informasi yang tersedia untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar.

3. Risiko Kredit

Dalam transaksi OTC, risiko kredit menjadi faktor penting yang perlu diperhatikan. Transaksi OTC dilakukan secara langsung antara dua pihak, tanpa ada jaminan dari pihak ketiga seperti yang ada di bursa efek. Hal ini membuat risiko kredit menjadi lebih tinggi, terutama jika transaksi dilakukan antara pihak yang tidak saling mengenal atau tidak memiliki reputasi yang baik.

Selain itu, risiko kredit juga meningkat jika salah satu pihak mengalami kebangkrutan atau gagal memenuhi kewajibannya. Dalam transaksi OTC, tidak ada lembaga penjaminan yang dapat menjamin pembayaran atau pengiriman produk yang telah disepakati. Akibatnya, risiko kredit dapat menimbulkan kerugian yang besar bagi salah satu pihak yang terlibat.

4. Biaya yang Lebih Tinggi

Transaksi OTC membutuhkan biaya yang lebih tinggi dibandingkan dengan transaksi yang dilakukan di bursa efek. Hal ini dikarenakan transaksi OTC tidak melalui sistem yang terpusat dan prosesnya lebih kompleks. Selain itu, tidak adanya lembaga penjaminan dan risiko yang lebih tinggi juga dapat meningkatkan biaya yang dikeluarkan oleh para pihak yang terlibat.

Kenaikan biaya dalam transaksi OTC dapat mengurangi keuntungan yang diperoleh oleh para pihak, terutama bagi investor yang ingin membeli produk keuangan dengan harga yang lebih murah. Hal ini juga dapat menghambat likuiditas pasar dan mengurangi minat para investor untuk melakukan transaksi OTC.

5. Kurangnya Likuiditas

Transaksi OTC cenderung memiliki likuiditas yang lebih rendah dibandingkan dengan transaksi di bursa efek. Hal ini dikarenakan tidak adanya sistem yang terpusat dan informasi yang terbatas mengenai transaksi OTC. Akibatnya, para investor sulit untuk menemukan pihak yang bersedia membeli atau menjual produk keuangan yang mereka miliki.

Kurangnya likuiditas dalam transaksi OTC dapat menyulitkan para investor yang ingin menjual produk keuangan yang dimiliki, terutama jika terjadi perubahan kondisi pasar yang signifikan. Hal ini juga dapat menyebabkan fluktuasi harga yang lebih besar dan menimbulkan kerugian bagi para pihak yang terlibat.

 

 

Peraturan Transaksi Over The Counter, Apa Saja?

Transaksi Over The Counter (OTC) merupakan istilah yang sering digunakan dalam dunia keuangan untuk menggambarkan transaksi yang dilakukan di luar bursa atau pasar saham resmi. Transaksi OTC dapat dilakukan secara langsung antara pihak-pihak yang terlibat tanpa melalui perantara seperti bursa saham. Dengan kata lain, transaksi OTC adalah transaksi yang dilakukan secara langsung antara penjual dan pembeli, tanpa terlibatnya pihak ketiga.

Dalam transaksi OTC, umumnya terdapat berbagai peraturan yang perlu dipatuhi oleh pihak-pihak yang terlibat. Hal ini bertujuan untuk menjaga transaksi agar tetap dilakukan secara jujur, adil, dan transparan. Berikut adalah beberapa peraturan yang umumnya berlaku dalam transaksi OTC.

1. Peraturan Mengenai Pihak yang Terlibat

Dalam transaksi OTC, terdapat dua pihak yang terlibat, yaitu penjual dan pembeli. Kedua pihak ini harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh otoritas yang berwenang untuk dapat melakukan transaksi OTC. Persyaratan ini dapat berupa izin yang diberikan oleh pemerintah atau institusi keuangan tertentu. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa pihak yang terlibat dalam transaksi OTC adalah pihak yang sah dan memiliki kredibilitas yang dapat dipercaya.

Selain itu, kedua pihak juga harus mematuhi peraturan yang ditetapkan oleh lembaga regulasi seperti bank sentral atau otoritas pasar modal. Peraturan ini mencakup hal-hal seperti kepatuhan terhadap prinsip-prinsip anti pencucian uang dan pencegahan pembiayaan terorisme. Tujuannya adalah untuk mencegah transaksi OTC digunakan untuk kegiatan ilegal.

2. Peraturan Mengenai Instrumen yang Diperdagangkan

Transaksi OTC dapat dilakukan untuk berbagai instrumen keuangan, seperti saham, obligasi, valuta asing, dan lain-lain. Namun, setiap instrumen yang diperdagangkan dalam transaksi OTC harus mematuhi peraturan yang berlaku untuk instrumen tersebut. Misalnya, saham yang diperdagangkan dalam transaksi OTC harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh otoritas pasar modal, seperti Kementerian Keuangan atau Bursa Efek Indonesia.

Selain itu, instrumen yang diperdagangkan dalam transaksi OTC juga harus memenuhi standar yang ditetapkan oleh pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi. Hal ini mencakup aspek seperti kualitas, harga, dan likuiditas instrumen yang diperdagangkan. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa instrumen yang diperdagangkan memiliki nilai yang dapat dipertanggungjawabkan.

3. Peraturan Mengenai Pelaporan Transaksi

Salah satu peraturan yang penting dalam transaksi OTC adalah pelaporan transaksi. Pelaporan ini bertujuan untuk memastikan bahwa semua transaksi OTC terekam secara akurat dan transparan. Biasanya, pelaporan transaksi dilakukan oleh lembaga atau institusi yang berwenang, seperti bank sentral atau otoritas pasar modal. Pelaporan ini mencakup informasi mengenai pihak-pihak yang terlibat, instrumen yang diperdagangkan, serta nilai dan volume transaksi.

Melalui pelaporan transaksi, otoritas dapat memonitor dan mengontrol aktivitas perdagangan yang dilakukan di luar bursa. Hal ini penting untuk menjaga kestabilan pasar dan mencegah terjadinya manipulasi harga.

4. Peraturan Mengenai Keamanan Transaksi

Keamanan transaksi merupakan hal yang sangat penting dalam transaksi OTC. Kedua pihak yang terlibat harus memastikan bahwa transaksi yang mereka lakukan tidak rentan terhadap risiko seperti penipuan, kebocoran informasi, dan lain-lain. Untuk menjaga keamanan transaksi, biasanya terdapat peraturan yang mengatur penggunaan teknologi dan sistem yang digunakan dalam transaksi OTC.

Selain itu, pihak-pihak yang terlibat juga harus mematuhi peraturan yang ditetapkan untuk melindungi data dan informasi yang diperoleh dalam transaksi. Hal ini bertujuan untuk mencegah penyalahgunaan informasi yang dapat merugikan salah satu pihak.

5. Peraturan Mengenai Penyelesaian Transaksi

Penyelesaian transaksi adalah proses akhir dalam transaksi OTC yang meliputi pembayaran dan pengiriman instrumen yang diperdagangkan. Biasanya, peraturan yang mengatur proses penyelesaian transaksi ditetapkan oleh lembaga yang berwenang, seperti bank sentral atau lembaga kliring. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa proses penyelesaian berjalan dengan lancar dan efisien.

Selain itu, peraturan ini juga mencakup hal-hal seperti jangka waktu penyelesaian dan biaya yang dikenakan. Jangka waktu penyelesaian dapat bervariasi tergantung pada instrumen yang diperdagangkan, sedangkan biaya yang dikenakan dapat ditentukan oleh pihak yang terlibat dalam transaksi.

 

 



Posting Komentar

Space Iklan Banner